Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah:
- Komponen hidup
(biotik)
- Komponen tak
hidup (abiotik)
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Sangat diperhatikan dengan hubungan energi dan menemukannya kembali kepada matahari kita yang merupakan sumber energi yang digunakan dalam fotosintesis.
Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik.
a. Ekosistem lamun (Seagrass
ecosystem)
Lamun (seagrass)
adalah satu‑satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang hidup di lingkungan
laut.
Tumbuh‑tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai
yang dangkal. Seperti halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun
yang tegak dan tangkai‑tangkai yang merayap yang efektif untuk berbiak. Berbeda
dengan tumbuh‑tumbuhan laut lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga,
berbuah dan menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal
untuk mengangkut gas dan zat‑zat hara. Sebagai sumberdaya hayati, lamun banyak
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Secara
tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk keranjang anyaman, dibakar untuk
garam, soda atau penghangat, bahan isian kasur, atap, bahan kemasan, pupuk,
isolasi suara dan suhu. Pada
jaman modern ini, lamun dimanfaatkan antara lain sebagai penyaring limbah,
stabilisator pantai, pupuk, makanan dan obat‑obatan.
Padang lamun
berlaku sebagai daerah asuhan, pelindung dan tempat makan ikan, Avertebrata,
dugong dan sebangsanya. Padang lamun juga berinteraksi dengan terumbu karang
dan mangrove. Ekosistem lamun ini terdapat di banyak perairan pantai di negara
kita. Di Kepulauan Seribu, misalnya, terdapat ekosistem ini yang berdampingan
dengan mangrove dan terumbu karang. Ekosistem ini dikaitkan dengan kehadiran
dugong karena tumbuh‑tumbuhan lamun menjadi makanannya.
b.
Savanna
Savana dari daerah tropika terdapat di wilayah dengan curah
hujan 40 – 60 inci per tahun, tetapi dengan musim kering yang berkepanjangan
pada saat api menjadi bagian penting dari lingkungan. Savana yang terluas di dunia terdapat di Afrika; namun di Australia
juga terdapat savana yang luas.
Berhubung dalam ekosistem savana ini, rerumputan
dan pohon-pohon yang hidup harus tahan terhadap musim kering dan api, maka jumlah jenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di savana
ini tidak banyak, tidak seperti yang hidup di hutan hujan tropik, tidak seperti
yang hidup hutan hujan tropik. Rumput-rumput dari marga Panicum, Pennisetum,
Andropogon dan Imperata mendominasi lingkungan ini, sedangkan
pepohonan yang hidup di sana sama sekali berada dengan
jenis pohon yang hidup di hutan hujan tropik. Di Afrika
diantaranya terdapat pohon Acacia yang terbesar di savanna. Di
Indonesia padang savanna ini dapat ditemukan di Taman
Nasional (TN) Baluran dan TN Alas Purwo di Banyuwangi, Jawa Timur.
c. Estuari
Estuari berasal
dari kata aetus yang artinya pasang-surut. Estuari didefinisikan sebagai
badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang berhubungan dengan
laut bebas. Oleh karena itu ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut
dan air laut bercampur dengan air darat yang menyebabkan salinitasnya lebih
rendah daripada air laut. Muara sungai, rawa pasang-surut, teluk di pantai dan
badan air di belakang pantai pasir temasuk estuari.
Biota yang hidup
di ekosistem estuari umumnya adalah percampuran antara yang hidup endemik,
artinya yang hanya hidup di estuari, dengan mereka yang berasal dari laut dan
beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai kemampuan
osmoregulasi yang tinggi. Bagi kehidupan banyak biota akuatik komersial,
ekosistem estuari merupakan daerah pemijahan dan asuhan. Kepiting (Scylia
serrata), tiram (Crassostrea cucullata) dan banyak ikan komersial
merupakan hewan estuari. Udang niaga yang memijah di laut lepas membesarkan
larvanya di ekosistem ini dengan memanfaatkannya sebagai sumber makanan.
Daerah muara
sungai yang terlindung dan kaya akan sumberdaya hayati menjadi tumpuan hidup
para nelayan, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya pemukiman di pinggiran
muara sungai. Tidak hanya itu, karena muara sungai ini juga menjadi penghubung
daratan dan lautan yang sangat praktis, maka manusia menggunakannya sebagai
media perhubungan. Daerah yang terlindung juga menjadi tempat berlabuh dan
berlindung kapal, terutama di saat‑saat laut berombak besar. Perkembangan
industri pantai menambah padatnya wilayah estuari ini oleh kegiatan manusia
karena daratan estuari merupakan akses yang bagus buat kegiatan industri itu,
khususnya tersedianya air yang melimpah, baik itu untuk pendingin generator
maupun untuk pencucian alat‑alat tertentu dan tidak dapat dihindari nafsu untuk
membuang limbah ke lingkungan akuatik.
Mengingat
banyaknya perikanan komersial yang tergantung pada ekosistem estuari ini maka
perlindungan ekosistem ini merupakan salah satu persyaratan ekonomik yang utama
agar perkembangan ekonomi di wilayah ini dapat dijaga kelanjutannya. Banyaknya
jenis pemanfaatan wilayah di ekosistem estuari ini menyebabkan sering
terjadinya bertentangan kepentingan dan kerusakan ekosistem yang berharga ini.
Oleh karena itu, perencanaan terpadu wilayah estuari ini perlu dilakukan dengan
seksama untuk menjaga ekosistem ini agar tidak rusak.
d. Ekosistem Danau
Ekosistem
danau ditandai oleh adanya bagian perairan yang dalam sehingga tumbuh-tumbuhan
berakar tidak dapat tumbuh di bagian ini. Berbeda dengan ekosistem kolam yang
tidak dalam (kedalamannya tidak lebih dari 4-5 meter) yang memungkinkan
tumbuh-tumbuhan berakar dapat tumbuh di semua bagian perairan.
Danau
yang luas seperti danau Toba di Sumatra dapat berombak karena memungkinkan
angin untuk bertiup di sepanjang permukaan air yang luas sehingga menciptakan
ombak itu. Danau terjadi karena glacier, tanah longsor yang membendung
lembah, pelarutan mineral tertentu dalam tanah sehingga permukaan tanah menurun
membentuk cekungan. Danau juga dapat dibentuk oleh kawah gunung api yang sudah
mati atau gobah yang terbentuk di pinggir laut.
Ekosistem
danau mempunyai tiga mintakat (zona) yakni:
1. Mintakat litoral, yakni bagian yang dangkal di mana
sinar matahari dapat menembus sampai ke dasar perairan;
2. Mintakat limnetik, yakni bagian perairan yang terbuka
yang terlalu dalam untuk pertumbuhan tumbuh-tumbuhan berakar, tetapi masih
memungkinkan sinar matahari menembus lapisan ini untuk digunakan fotosintetis
tumbuh-tumbuhan air; dan
3. Mintakat atau lapisan profundal, yakni lapisan di
bawahnya di mana sinar matahari tidak tidak dapat menembus
Mintakat-mintakat
limnetik dan profundal tidak terdapat pada ekosistem kolam. Pada mintakat
litoral hidup tumbuhan apung (terutama fitoplankton) dan tumbuhan berakar.
Banyak kelompok hewan hidup di mintakat ini. Pada mintakat limnetik hidup
fitoplankton dan zooplankton seperti di atas, ganggang hijau dan hijau biru, Copepoda,
Cladocera dan banyak lagi. Sebagian besar ikan hidup di mintakat ini.
Pada lapisan profundal hidup bakteri anaerobik dan fungsi, cacing nematoda,
keong dan beberapa jenis ikan.
Waduk-waduk
yang dibangun oleh manusia seperti waduk Ir. Sutami, Jatiluhur dan Saguling
merupakan danau buatan. Danau-danau ini banyak digunakan untuk budidaya ikan
dengan karamba. Pada saat-saat tertentu terjadi kematian ikan secara massal,
dan sedang diteliti penyebabnya.
e. Ekosistem Mangrove
Mangrove sebagai
ekosistem didefinisikan sebagai mintakat (zona) antar-pasang-surut (pasut) dan
supra (atas)-pasut dari pantai berlumpur di teluk, danau (air payau) dan
estuari, yang didominasi oleh halofit berkayu yang beradaptasi tinggi dan
terkait dengan alur air yang terus mengalir (sungai), rawa dan kali-mati (backwater)
bersama-sama dengan populasi flora dan fauna di dalamnya. Di tempat yang tak
ada muara sungai biasanya hutan mangrovenya agak tipis. Sebaliknya, di tempat
yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak
mengandung lumpur dan pasir, biasanya mangrovenya tumbuh meluas.
Ekosistem ini
mempunyai dua komponen lingkungan, yakni darat (terestrial) dan air (akuatik).
Lingkungan akuatik pun dibagi dua, laut dan air tawar. Ekosistem mangrove
dikenal sangat produktif, penuh sumberdaya tetapi peka terhadap gangguan. Ia
juga dikenal sebagai pensubsidi energi, karena adanya arus pasut yang berperan
menyebarkan zat hara yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove ke lingkungan
sekitarnya. Dengan potensi yang sedemikian rupa dan potensi-potensi lain yang
dimilikinya, ekosistem mangrove telah menawarkan begitu banyak manfaat kepada
manusia sehingga keberadaannya di alam tidak sepi dari perusakan, bahkan
pemusnahan oleh manusia.
Ekosistem
mangrove ditumbuhi sedikitnya oleh 89 jenis tumbuh-tumbuhan. Dari jumlah ini
terdapat empat jenis yang dinamakan “strict mangrove”, yakni Avicennia, Excoecaria,
Sonneratia dan Rhizophora. Selain ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan,
ekosistem mangrove juga dihuni oleh berbagai jenis satwa. Sebagai
contoh, jenis burung seperti Ardea cinerea (cangak abu), Nomenius
schopus (gajahan sedang), Egretta sp. (kuntul), dan Larus sp.
(camar).
Satwa lainnya yang hidup di sana adalah Macaca
fascicularis (kera ekor panjang), Varanus salvator (biawak), juga
terdapat satwa yang hidup di dasar hutan mangrove seperti kepiting graspid dan
ikan gelodong (Periohthalmus).